Mahfud Buka Suara soal Bentrok Rempang, Amnesty Skeptis Klaim Polisi


Jakarta, CNN Indonesia —

Menko Polhukam Mahfud MD merespons penggunaan gas air mata dalam peristiwa bentrokan yang terjadi antara aparat gabungan TNI-Polri dengan warga Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, pada Kamis (7/9).

“Ya kita tetap secara hukum minta kepada aparat penegak hukum untuk menangani masalah kerumunan orang itu atau aksi unjuk rasa atau yang menghalang-halangi eksekusi hak atas hukum itu supaya ditangani dengan baik dan penuh kemanusiaan. Itu sudah ada standarnya, itu masalah tindakan pemerintah dan tindakan aparat supaya Polri hati-hati,” ujar Mahfud saat ditemui di sela kegiatan di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Jumat (8/9).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO RESUME CONTENT

Mahfud mengklaim hal yang terjadi di Rempang itu bukanlah kasus penggusuran, melainkan pengosongan lahan oleh pemegang haknya. Ia mengingatkan bahwa jangan sampai upaya pengosongan ini menggunakan kekerasan.

“Kecuali dalam keadaan tertentu yang sudah gawat. Kan banyak juga orang sudah tidak bisa membela diri, lari ke pojok kan terpaksa, mungkin, mungkin, gunakan gas, senjata, atau pentungan karet atau apa,” kata Mahfud.

Lebih lanjut, Mahfud menilai penggunaan gas air mata di Rempang itu berbeda dengan peristiwa Tragedi Kanjuruhan Malang pada Oktober 2022 silam.

“Ndak ada samanya dengan Kanjuruhan,” kata dia. “Latar belakangannya beda, technically pun beda,” imbuhnya.

Bentrokan di Rempang Galang, Batam ini terjadi pada Kamis (7/9). Warga sebelumnya membuat barikade untuk menolak relokasi. Bentrokan itu tak dapat dihindari ketika polisi berusaha menerobos barikade warga.




Menko Polhukam Mahfud MD. (CNN Indonesia/Tunggul)



Aparat membawa water canon dan gas air mata untuk membubarkan massa. Sementara massa mencoba melawan dengan melempari aparat menggunakan batu.

Sebelumnya, Badan Pengusahaan (BP) Batam berencana melakukan pengukuran dan mematok lahan yang akan digunakan untuk investasi di Pulang Rempang dan Galang. Ribuan rumah warga yang terkena proyek strategis nasional itu rencananya akan direlokasi ke sebuah lokasi di Sijantung. Pemerintah akan membuatkan warga terdampak rumah permanen di lokasi yang baru serta diberi lahan. Namun, warga setempat masih keberatan atas rencana tersebut.

Polisi mengatakan belasan anak sekolah terkena gas air mata saat aparat gabungan TNI, Polri dan Ditpam Badan Pengusahaan (BP) Batam serta Satpol PP bentrok dengan warga Rempang, Batam, Kamis (7/9).

Kabid Humas Polda Kepulauan Riau Kombes Zahwani Pandra Arsyad mengatakan pihaknya sudah sesuai aturan saat melontarkan gas air mata ke arah massa.

“Gas air mata sudah sesuai prosedur karena mereka lempar batu,” kata Zahwani saat dihubungi, Kamis (7/9).

Dia membantah pihaknya mengarahkan gas air mata ke anak sekolah. Ia menyebut gas air mata yang mengenai sejumlah anak sekolah itu lantaran lokasi bentrokan yang berdekatan dengan sekolah.

“Sekolah berbatasan dengan tempat mereka berkumpul. Engak mungkin gas air mata diarahkan ke sekolah,” ujarnya.

“Gas (air mata) dialihkan ke kerumunan tapi tertiup angin,” kata Zahwani.

[Gambas:Video CNN]

Amnesty nilai alasan polisi soal gas air mata sulit diterima

Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai alasan kepolisian yang menyebut gas air mata tertiup angin sehingga memasuki pekarangan sekolah saat terjadi bentrok dengan warga Rempang, Batam, Kepulauan Riau sulit diterima.

“Sulit untuk membenarkan bahwa gas air mata memasuki area sekolah karena tertiup angin,” ujar Usman melalui keterangan tertulisnya, Jumat (8/9).

Menurut Usman, penggunaan gas air mata untuk membubarkan aksi warga yang melakukan penolakan relokasi itu berlebihan. Usman menyebut gas air mata justru dinilai sangat membahayakan.

Dia mengatakan Amnesty International Indonesia mengecam aksi kekerasan oleh aparat kepolisian yang membubarkan demonstrasi menggunakan cara-cara kekerasan.

Usman menilai penggunaan kekerasan itu juga telah melanggar hak asasi manusia (HAM) khususnya warga Pulau Rempang.

“Tindakan ini melanggar hak warga untuk menyampaikan pendapat dengan damai, hak mereka untuk hidup tanpa takut dan hak atas kesejahteraan sosial mereka,” jelas dia.

Usman berpendapat adanya penolakan warga Pulau Rempang atas Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City itu menandakan proyek tersebut bermasalah.

“Ini menandakan proyek strategis nasional kembali bermasalah. Jangan paksa masyarakat,” kata Usman.

Usman pun mendesak Kapolri untuk membebaskan sejumlah warga yang sebelumnya ditangkap pasca bentrokan.

“Kami juga mendesak otoritas negara untuk mengedepankan konsultasi yang bermakna dengan warga setempat. Harus ada solusi yang adil dan berkelanjutan,” tutupnya.

(pop, yla/kid)

[Gambas:Video CNN]


Posted

in

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *